Murtadha Muthahhari, Islam dan Feminisme


http://genderprogressive.com/


Perempuan adalah topik yang tidak berujung jika didiskusikan. Keberadaan perempuan di dunia ini bukan tanpa tujuan yang jelas, bahkan pembahasan perempuan dalam lingkup keagamaan sudah menjadi sesuatu yang urgen untuk dibahas. karena Dari rahim merekalah lahir orang-orang hebat yang mampu menjadi ujung tombak perjuangan, lahir soekarno, K.H Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy’ari dan tokoh-tokoh berpengaruh lainnya. “Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya”, tentunya dalam menjadi sekolah, seorang ibu juga harus punya bekal yang kemudian akan menjadi bahan didikannya kelak. Dalam urusan pergerakan, kerap kali wanita dianggap remeh, tidak mampu berbuat apa-apa selain ngoceh sana-sini. Sehingga dari situlah banyak perempuan yang aktif dalam dunia pergerakan  merasa dideskriminasi dan dikekang dalam melakukan apapun, Seolah-olah wanita lemah.

Hal ini yang menjadi keresahan saya pribadi, yang mana perempuan selain dijadikan pendamping hidup, juga dijadikan sebagai tempat pelampiasan amarah lelaki meski tidak semuanya seperti itu. Ajaran islam adalah ajaran yang memuliakan perempuan, salahsatunya dengan cara memberikan hak-hak mereka. Lain halnya dengan Barat, stigma negatif yang dialamatkan oleh barat terhadap ajaran islam adalah, islam agama yang tidak menghargai wanita, memembelenggu kebebasannya. Sehingga banyak orang yang termakan oleh stigma negatif tersebut, termasu k dalam interlnal islam sendiri. Dan pada akhirnya wanita islampun dicitrakan sebagai wanita terbelakang dan tersisihkan dari dinamika kehidupan, tanpa peran nyata di Masyarakat.

Perempuan dan Feminisme

apa yang terbayang di benak kita ketika mendengarkan kata feminisme, tentunya tidak jauh dari urusan pergerakan perempuan, tentang bagaimana kebebasan perempuan, dan tentang bagaimana memperoleh kesetarahan hak antara perempuan dan laki-laki. Saya pribadi sepakat jika perempuan dikatakan orang yang bebas terkhusus dalam dunia pergerakan, sebagaimana bebasnya laki-laki dalam melakukan pergerakan. Akan tetapi, bebas disini bukan seperti bebasnya Kura-kura dari tempurungnya yang bisa membahayakan dirinya sendiri. Secara umum, feminisme diartikan sebagai suatu kesadaran akan penindasan dan kekerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, baik di tempat kerja ataupun dalam keluarga. Sehingga menimbulkan kesadaran antara perempuan dan laki-laki untuk mengubah situasi penindasan tersebut.

 dalam proses perkembangannya, feminisme kerapkali ditentang, dituduh sebagai pergerakan yang menyalahi kodrat yang telah ditetapkan tuhan kepada manusia yaitu berbedaan gender. Dalam prespektif feminisme, kata seks dan  gender dikenal sebagai jenis kelamin. Dari sisi konseptual, seks dan gender dikenal bersifat alami, kodrati dan tidak dapat diubah karena terbawah sejak lahir. Perbedaan gender (Gender differences) sebenarnya tidak masalah selama tidak melahirkan ketidaksetaraan jender. Tetapi realitas historis menunjukan bahwa perbedaan gender telah melahirkan berbagai macam masalah gender, salahsatunya ketidakadilan terurama pada perempuan. Lalu bagaimana sebenarnya kebebasan perempuan dalam prespektif feminisme, apakah perempuan harus bebas seluruhnya memasuki dunia laki-laki?.

Seperti yang saya katakan tadi, bahwa saya sepakat jika perempuan itu dikatakan orang yang bebas, tapi tidak seperti bebasnya kura-kura dari tempurungnya. Dari gerakan feminisme, realitas sosial apa yang kemudian terjadi dalam masyarakat, apakah sudah terciptanya kedamaian, atau malah sebaliknya?. Pada tahun 90-an ternyata terjadi pembalikan arah para feminis, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka mulai mengkritik teori feminis yang mereka bangun, yaitu teori-teori yang sama sekali tidak menyentuh masalah kesejaterahan anak dan masalah kelestarian lingkungan hidup. Sehingga salahsatu tokoh feminis “Susan Gordon”  dia merasa terkhianati oleh teori yang ia bangun sendiri.

 Sebagai seorang feminis, yang meyakini feminisme sebagai masuk dan berpartisipasinya perempuan ke dalam dunia laki-laki, yang diharapkan dapat mentransformasi dunia agar semakin damai, ternyata justru sebaliknya, ia malah mendapatkan dunia yang semakin rusak. Kerusakan dunia disebabkan oleh status wanita sudah menjadi male clone atau setara dengan laki-laki. Hal ini sangat berdampak buruk bagi perempuan, laki-laki untuk melakukan perlindunganpun sudah sangat sulit disebabkan oleh kesetaraan tadi. Bahkan bisa saja terjadi pergeseran laki-laki tersubordinasi perempuan, sehingga perempuan tidak lagi diperlakukan secara khusus.Dari peristiwa itulah dimulai pengkajian ulang mengenai feminisme, terkhusus dalam dunia islam yang menghasilkan tokoh-tokoh feminis, salah satunya adalah Murtadha Muthahhari.

Feminisme menurut Murthada Muthahari

Murtahda Muthahari lahir pada 2 februari 1919 di Khurasan. Beliau adalah seorang ahli filsafat dan sains modrn dan pernah mengajar dalam bidang logika, filsafat, dan fikih di Universits Tehran (iran). Murtadha adalah salahsatu tokoh feminisme, pandangan dan sikapnya terhadap feminisme cukup menunjukkan keutuhan serta kebulatan penguasaan pengetahuan dalam bidang ilmu yang ia pelajari. Beliau sangat keras terhadap dunia barat, ditandai dengan kritik-kritiknya terhadap pemikir barat. murthada muthahari tidak menyisihkan suatu tipologi agama tertentu, ia mencoba melihat proses-proses yang dimaksud sebagaimana yang berkembang dalam lingkungannya sendiri.

murthada muthahari menyadari penting arti "Feminisme" dan sebagaimana metode mengkaji feminisme secara keagamaan. mengenai pengertian feminisme, ia tidak hanya berangkat dengan pengertian abstrak begitu saja, melainkan mempertimbngkan pemahaman dan pengertian doktrin (wawasan yang dimilikinya). ia merekam serial fakta yang luas, bervarian dan bersifat cukup pluralis.untuk mencapai pengertian feminisme, selain berangkat dari teks kitab suci al-quran, ia juga berupaya memahami dengan metode yang realis. Ia melihat feminisme dan beberapa unsurnya secara historis, tidak lupa memperthatikan asal-usul perkembangan feminisme yang menjadi perdebatan. Corak pemikiran Murthada Muthahari yang khas inilah, berimplikasi pada pemahaman mengenai istimewanya hak-hak perempuan dalam islam. Murthada Muthahari menguraikan pemahamannya berlandaskan prinsip dasar hukum islam yaitu prinsip keadilan. Ia melihat islam sebagai sebuah kebenaran yang memang harus diterima, al quran sebagai petunjuk final yang harus dimanifestasikan dalam kehidupan umat manusia. Maka harus dipahami maksud tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan bukan untuk saling merendahkan melainkan untuk membangun relasi yang harmonis.


 Sumber Rujukan : Buku filsafat perempuan : Hak Perempuan dan relevansi etika sosial,  karya Murthada Muthhari


Post a Comment

0 Comments