Teriak di Penghujung Magrib #1

Gambar : RaBal


Ini bukan analogi, cocokologi, apalagi cocotlogi, bukan! tapi tak mengapa jika dianggap demikian. Tidak harus jadi mahasiswa untuk bisa memahami. Namun, memahami dan mahasiswa sama-sama terselip kata “maha”. 

Artinya, keduanya adalah satu, sifat-menyifati. Di sudut teras kost yang sedikit gelap, terpancarlah suara tangis, radarku memastikan itu tangis laki-laki. Ternyata benar, suara tersedu-sedu itu dari Joni, laki-laki bertubuh kekar,  suaranya menggelegar. 

“Bro, Nangis?” Tanyaku memastikan. Joni menatapku agak lain, untung saja pernah belajar ilmu komunikasi, perlahan kucoba bawa tangisnya ke belantara tawa. 

Naluri-naluri Jurnalis tiba-tiba saja datang, ingin mengulik. Duduklah aku di sampingnya, “Kenapa, bro?” Tanyaku sambil menyenggol bahunya. “Ya, biasa akhir bulan, apalagi su akhir semseter juga to,” jawabnya dengan nada lantang. 

Tak heran, karena perawakannya memang seperti itu, sangat keras. Aku dan Joni adalah mahasiswa akhir, sama-sama rantau, aku putera Sumatera, Joni punggawa papua.

 sebenanrnya sudah selesai, tinggal daftar wisuda saja. Menjalani masa-masa kuliah bareng, menjalani sepahit-pahitnya hidup sebagai pria dewasa. 

Baca Juga : Segelas Kopi yang Tak Dinikmati

“Sudah daftar wisuda, Jon?” sebagaimana Jurnalis, tanya ku lanjut. “itu dia masalahnya, ternyata jadi laki-laki dewasa sesak juga ya,” Terang Joni. “Meminta malu, tak meminta, perlu. 

Bingung saja sama diri sendiri, harusnya saya bisa berdikari, nyatanya, saya hanya punya segudang teori,” sesalnya.

Ilmu tentang memahami memang perlu untuk hal-hal yang bisa dibilang abstrak seperti ini, keterangan yang disampaikan dalam ruang yang gelap, harus bisa ditangkap, harus bisa dicerna. 

Aku paham betul apa yang disampaikan Joni saat ini. Maka menangis aku kira adalah hal wajar untuk meniadakan ego sebagai laki-laki dewasa. 

Seperti gempa, yang masih memungkinkan ada susulannya, begitu dengan Joni, belum kering tangisnya, adalagi susulan air mata yang datang. Dikabarkan dari ujung pulai cendrawasih sana, dibawa redupnya bulan, perempuan parubaya dinyatakan menghembuskan nafas terakhirnya, memenuhi panggilan sang ilahi, Nenek Joni. 

Badannya memang kekar, suaranya lantang, itu bukan jadi alasan untuk tidak menangis, Seberat itu memang melepas. Joni pernah cerita, kalau sejak kecil dia sudah hidup dan dibesarkan oleh neneknya. Jauh dari orang tua dan saudara kandung..... 

Next...
Penulis : RaBal

Laki-laki bertubuh mungil, sedikit dekil, sering menggigil

Post a Comment

0 Comments